Browse: Home > Politik > Politik Malasya Sekarang Sangat Teruk
Senin, 04 Januari 2010
Politik Malasya Sekarang Sangat Teruk
Anwar Ibrahim meminta agar Indonesia membedakan pandangan umum rakyat Malasya terhadap Indonesia dengan sikap yang diambil Pemerintah Malasya.
"Politik (Malasya) sekarang sangat jelek dan sentimen rakyatnya harus dididik. Orang Malasya bukannya tidak peduli dengan apa yang terjadi, tetapi dia tidak tahu karena media tidak memberitakan sama sekali," kata tokoh yang pernah dipenjarakan semasa Mahothir Mohamad berkuasa itu.
Oleh karena tidak diberitakan media, kalaupun diberitakan sangat kecil porsinya, tambah Anwar, rakyat Malasya tidak tahu apa yang terjadi sehingga sering kali menganggap mengapa rakyat Indonesia begitu cemburu dengan keberhasilan Malasya. "Bukan itu soalnya," tegasnya.
Dia mengajak seluruh rakyat Indonesia maupun rakyat Malasya untuk memiliki pemahaman mendalam mengenai saudara dan tetangganya itu, sebagaimana dimiliki para tokoh kedua negara pada masa lalu. "Isu menjadi panas justru karena keadaan sudah gawat. Sudah hilang rasa kasih sebagai tetangga, sahabat, sehingga isu yang kecil pun menjadi panas," kata tokoh oposisi itu.
Anwar menyesalkan sikap elite politik di Malasya yang seolah-olah hanya kenal Indonesia dari para pekerja kasar dan pekerja tanpa izin. "Kita lupa, kita kenal Indonesia dari tokoh-tokoh besar, para sastrawan besar, Soekarno-Hatta. Tidak ada penyair Malasya yang bisa menandingi Khairil Anwar dan Rendra sampai sekarang ataupun karya-karya pujangga itu. Ini masalah politik yang dangkal. Bagi mereka soal itu tak penting," jelasnya.
Anwar pun dengan panjang lebih mengutarakan bagaimana tergantungnya Malasya kepada Indonesia pascamendapatkan kemerdekaan pada 1957. Ketika itu, puluhan ribu dokter, ahli teknik, guru dari Indonesia didatangkan untuk meningkatkan kemampuan warga Melayu yang jauh ketinggalan dari warga China.
"Ini yang selalu saya ingatkan di Malasya. Janganlah kasus TKI menghapuskan sejarah. Malaysia pernah sangat tergantung pada Indonesia. Harus ada keseimbangan," tuturnya.
Rendah hati
Ditegaskan, Malasya bisa tetap banyak belajar dari Indonesia dalam banyak hal, bukan hanya demokrasi dan reformasi. Indonesia juga bisa belajar dari Malasya dalam meletakkan sistem makro- ekonomi yang lebih meyakinkan. "Kedua-duanya harus belajar untuk lebih rendah hati dan bersungguh-sungguh melihat kepentingan lebih besar," paparnya.
Ketika ditanya mengenai penggunaan lagu Rasa Sayange dan Jali-jali, Anwar mengatakan, memang tidak ada salahnya mengatakan, memang betul itu lagu Indonesia, tetapi kami minta pengertian untuk kami anggap sebagai budaya kami. "Sebagai elite itu seharusnya punya kerendahan hati," paparnya.
Oleh karena itulah Anwar mengkritik keras penggunaan cara hukuman, bahkan penyitaan harta, milik para TKI yang terkena operasi pekerja ilegal. "Ini urusan manusia, karena itu harus ada dimensi manusianya. Jangan semata-mata menggunakan hukuman keras," ujarnya.
Anwar mengakui, dalam kenyataannya, mayoritas rakyat Malasya masih lebih suka bekerja sama dengan anak-anak dari Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar